Senin, 03 Juni 2013

Inilah Lima Kejanggalan Penyergapan Terorisme Oleh Densus 88


teroris bandung
PENGEPUNGAN sebuah rumah yang dilakukan Densus 88 di RT 02 RW 08 Kampung Baturengat, Desa Cigondewah Hilir, Margaasih, Bandung, Jawa Barat, pada Rabu (8/5/2013) tak ubahnya sebuah sinetron ala telenovela.
“Sepertinya elite-elite Polri sengaja memainkan isu teroris, terutama teroris yang disergap di Bandung kemarin, dengan cara-cara teaterikal yang dramatis dan menegangkan ala telenovela,” kata Neta S Pane dalam pesan singkatnya seperti dikutip Okezone, Kamis (9/5/2013).
Apalagi, lanjut Neta, sebelumnya disebut-sebut ada penyanderaan dua bocah yang belakangan diketahui berita penyanderaan tersebut tidak terjadi.
Adegan penyergapan seolah-olah makin menegangkan tatkala pimpinan Polri hadir di TKP dan berteriak dengan alat megaphone memberi peringatan-peringatan kepada orang-orang yang disebut teroris.
Penyergapan selama enam jam ini patut menjadi tanda tanya. Setidaknya ada lima poin yang patut menjadi pertanyaan dalam penyergapan tersebut.
Pertama, benarkah orang-orang yang disebut sebagai teroris itu begitu kuat dan profesional sehingga butuh waktu enam jam untuk menyergapnya.
“Padahal polisi mengatakan mereka adalah kelompok baru. Kedua, apakah mereka lebih kuat ketimbang tokoh teroris Nordin M Top yang penyergapannya bisa dilakukan dengan waktu yang lebih cepat,” tuturnya.
Faktor ketiga, benarkah amunisi orang-orang yang disebut sebagai teroris itu begitu banyak hingga butuh waktu enam jam untuk melumpuhkannya.
Keempat, kenapa polisi tidak menembakkan gas air mata ke dalam rumah kontrakan itu untuk melumpuhkan tersangka dan kenapa polisi cenderung menembakinya dengan peluru tajam dan mengeksekusi tersangka,” terangnya.
Kelima, kenapa pimpinan Polri sampai ikut-ikutan turun tangan dan menggunakan megaphone memperingatkan tersangka. Padahal selama ini hal itu tidak pernah dilakukan.
“Upaya pemberantasan terorisme patut didukung dan diapresiasi. Tapi kenapa kasus terorisme di Indonesia seperti tidak pernah habis-habisnya? Apakah isu terorisme sudah seperti narkoba, yang juga tak pernah habis-habisnya dan  merupakan bisnis gurih bagi para pelakunya?” pungkasnya.
Apakah isu terorisme ini berkaitan dengan banyaknya bantuan asing ke Polri? Kenapa bantuan asing ke Polri, khususnya untuk penanganan terorisme tidak pernah diaudit secara transparan.
Untuk itu IPW mengimbau DPR harus mempertanyakan keberadaan bantuan asing dalam hal penanganan terorisme ini.
“Tujuannya agar isu-isu terorisme dan penyergapan teroris tidak diarahkan menjadi tontonan sinetron atau telenovela,” tutupnya. (Pz/Islampos)

link: http://islampos.com/inilah-lima-kejanggalan-penyergapan-terorisme-oleh-densus-88-57141/